Bagi yang memiliki iman, bencana alam yang datang bertubi-tubi menimpa bangsa ini tentu merupakan satu isyarat dari Allah swt, agar kita kembali ke jalan tauhid dengan benar, tidak menuhankan sesama mahluk, tidak menuhankan benda mati, karena Tuhan itu hanya satu yakni Allah swt.
Ada sekelumit kisah nyata yang pernah terjadi pada sebagian bangsa ini yang mungkin kita telah lupa. Dan sayangnya, peristiwa yang penuh dengan pelajaran ini sama sekali tidak disinggung-singgung sedikit pun di dalam buku pelajaran di sekolah. Kita dan anak-anak kita tidak pernah tahu jika ada suatu desa yang penduduknya nyaris sama dengan kaum Sodom-Gomorah, senang bermaksiat, yang oleh Allah swt dikubur seluruhnya dalam satu malam hingga tidak bersisa. Satu desa bersama seluruh penduduknya lenyap dalam satu malam tertutup puncak sebuah gunung yang berada agak jauh dari lokasi desa itu.
Siapa yang mampu memindahkan puncak gunung itu ke suatu tempat untuk mengubur satu desa kecuali Allah Yang Maha Kuasa?
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang dilangit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (QS Al Mulk 67: 16).
Inilah kisah tentang Dukuh Legetang, yang masuk dalam wilayah Banjarnegara, Jawa Tengah. Kejadiannya di tahun 1955.
Dukuh Legetang adalah sebuah dukuh makmur yang lokasinya tidak jauh dari dataran tinggi Dieng-Banjarnegara, sekira 2 kilometer di sebelah utaranya. Dukuh Legetang terletak di desa Pekasiran, kecamatan Batur, kabupaten Banjarnegara, masih berada di wilayah pegunungan Dieng – Petarangan. Secara astronomis terletak pada 7.19416667S, 109.8652778E.
Penduduknya cukup makmur dan kebanyakan para petani yang cukup sukses. Mereka bertani sayuran, kentang, wortel, kobis, dan sebagainya.
Berbagai kesuksesan duniawi yang berhubungan dengan pertanian menghiasi dukuh Legetang. Misalnya apabila di daerah lain tidak panen tetapi mereka panen berlimpah. Kualitas buah dan sayur yang dihasilkan juga lebih baik dari yang lain.
Namun bukannya mereka bersyukur, dengan segala kenikmatan ini mereka malah banyak melakukan kemaksiatan. Barangkali ini yang dinamakan “istidraj” atau disesatkan Allah dengan cara diberi rezeki yang banyak namun orang tersebut akhirnya makin tenggelam dalam kesesatan.
Masyarakat Dukuh Legetang umumnya ahli maksiat. Perjudian di dukuh ini merajalela, begitu pula minum-minuman keras. Tiap malam mereka mengadakan pentas Lengger, sebuah kesenian tradisional yang dibawakan oleh para penari perempuan, yang sering berujung kepada perzinaan. Ada juga anak yang malah melakukan kemaksiatan bersama ibunya sendiri. Beragam kemaksiatan lain sudah sedemikian parah di dukuh ini.
Pada suatu malam, 17 April 1955, turun hujan yang amat lebat di dukuh itu. Tapi masyarakat Dukuh Legetang masih saja tenggelam dalam kemaksiatan. Barulah pada tengah malam hujan reda. Tiba-tiba terdengar suara keras seperti sebuah bom besar dijatuhkan di sana, atau seperti suara benda yang teramat berat jatuh. Suara itu terdengar sampai ke desa-desa tetangganya. Namun malam itu tidak ada satu pun yang berani keluar karena selain suasana teramat gelap, jalanan pun sangat licin.
Pada pagi harinya, masyarakat yang ada di sekitar Dukuh Legetang yang penasaran dengan suara yang amat keras itu barulah keluar rumah dan ingin memeriksa bunyi apakah itu yang terdengar amat memekakkan telingan tadi malam. Mereka sangat kaget ketika di kejauhan terlihat puncak Gunung Pengamun-amun sudah terbelah, rompal. Dan mereka lebih kaget bukan kepalang ketika melihat Dukuh Legetang sudah tertimbun tanah dari irisan puncak gunung tersebut. Bukan saja tertimbun tapi sudah berubah menjadi sebuah bukit, dengan mengubur seluruh dukuh beserta warganya. Dukuh Legetang yang tadinya berupa lembah, kini sudah menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya mati. Gegerlah kawasan Dieng…
Masyarakat sekitar terheran-heran. Seandainya Gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka longsoran itu pasti hanya akan menimpa lokasi di bawahnya. Akan tetapi kejadian ini jelas bukan longsornya gunung. Antara Dukuh Legetang dan Gunung Pengamun-amun terdapat sungai dan jurang, yang sampai sekarang masih ada. Namun sungai dan jurang itu sama sekali tidak terkena longsoran. Jadi kesimpulannya, potongan gunung itu malam tadi terangkat dan jatuh menimpa dukuh Legetang.
Siapa yang mampu mengangkat separo gunung itu kalau bukan Allah Yang Maha Kuasa?
Dan apabila gunung-gunung diterbangkan,” (QS. at-Takwir: 3).
Untuk memperingati kejadian itu, pemerintah setempat mendirikan sebuah tugu yang hari ini masih bisa dilihat siapa pun.
Ditugu tersebut ditulis dengan plat logam:
“TUGU PERINGATAN ATAS TEWASNJA 332 ORANG PENDUDUK DUKUH LEGETANG
SERTA 19 ORANG TAMU DARI LAIN-LAIN DESA
SEBAGAI AKIBAT LONGSORNJA GUNUNG PENGAMUN-AMUN
PADA TG. 16/17-4-1955″
Sungguh kisah tenggelamnya dukuh Legetang ini menjadi peringatan bagi kita semua bahwa azab Allah swt yang seketika itu tak hanya terjadi di masa lampau, di masa para nabi, tetapi azab itu pun bisa menimpa kita di zaman ini. Bahwa sangat mudah bagi Allah swt untuk mengazab manusia-manusia lalim dan durjana dalam hitungan detik. Andaikan di muka bumi ini tak ada lagi hamba-hamba-NYa yang bermunajat di tengah malam menghiba ampunan-Nya, mungkin dunia ini sudah kiamat.
Kita berhutang budi kepada para ibadurrahman, para hamba Allah swt yang berjalan dengan rendah hati, tak menyombongkan dirinya. Mereka senantiasa bersujud memohon ampunan-Nya. Meski keberadaan mereka terkadang tak dianggap, hanya dipandang sebelah mata oleh manusia, tetapi sesungguhnya mereka begitu akrab dengan penghuni langit. Mereka begitu tulus menghamba pada-Nya, berusaha menegakkan kalimat-Nya di muka bumi ini. Mereka tak pernah mengharapkan imbalan dari manusia, karena imbalan dari Allah swt lebih dari segalanya.
Allah Maha Besar.
Jika Anda dari daerah Dieng menuju ke arah (bekas) dukuh Legatang maka akan melewati sebuah desa bernama Pakisan. Sepanjang jalan itu Anda mungkin akan heran melihat wanita-wanitanya banyak yang memakai jilbab panjang dan atau cadar. Memang sejak dulu masyarakat Pakisan itu masyarakat yang agamis, bertolak belakang dengan dukuh Legetang, tetangga desanya yang penuh dengan kemaksiatan. Ketika kajian triwulan Forum Komunikasi Ahlussunnah wal Jamaah Kabupaten Banjarnegara bertempat di Pakisan, maka masyarakat Pakisan berduyun-duyun ke masjid untuk mendengarkan kajian dari Ustadz Muhammad As Sewed. Ya, hampir semua masyarakat Pakisan aktif mengikuti kajian dan da’wah.
Alhamdulillah.
Wallahu a’lam bisshawab.
Sebagian orang mengira itu hanyalah hoax. Kenyataannya, itu adalah nyata.
Dukuh Legetang benar-benar ada di tempat di sekitar tugu tersebut. Di peta baik tahun 1922 dan 1943 terdapat daerah Legetang di lokasi yang ada di dekat tugu tersebut (agak ke utara).
Perlu diperhatikan terrdapat sebuah sungai antara gunung Pengamunamun dengan dukuh Legetang sebelum terjadi longsoran yang terlihat pada peta 1922. Perlu diingat, dalam keanehan yang ada adalah sungai tersebut tidak terkena dampak longsoran (logikanya sungai juga terkena longsoran kan), kalau tidak percaya lihat di google earth. Perbandingin dengan peta dari BNPB bentuk aliran sungai juga mirip.
Setelah diguyur hujan lebat selama berhari-hari, lereng sisi tenggara Gunung Pengamun-amun telah demikian berat dan terlumasi dasarnya sehingga merosot ambrol dalam volume sangat besar. Penyelidikan geolog MM Purbo dari Jawatan Geologi (kini Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI) memperlihatkan kombinasi longsor bertipe rotasional dengan halangan bukit kecil dihadapannya membuat membuat lidah longsor meloncat jauh. Ia membentur bukit dihadapannya. Hingga akhirnya material longsor pun terbelokkan ke dusun Legetang setelah meloncati sebatang sungai kecil jelang tengah malam 16 April 1955 TU. Segenap dusun ini pun terkubur di bawah tumbunan tanah yang sangat tebal beserta 332 penduduknya dan 19 orang dari desa lain yang sedang bertamu ke dusun tersebut dan hanya 1 orang yang bisa dievakuasi.
Pendapat Journalis TV di Lokasi..
Perhatikan tulisan jurnalis trans TV yang hendak mengisahkan kejadian ini di acaranya:
“Beautiful, Misty and Mysterous. Cantik, berkabut dan misterius. Begitulah gambaran Pak Agus tentang alam Dieng. Contoh kemisteriusannya adalah bencana yang menimpa Dukuh Legetang. Sebetulnya jarak antara gunung dan desa itu jauh, sehingga sulit diterima akal bahwa tanah longsor itu bisa menimpa desa. Jadi, tanah itu seolah-olah terbang dari gunung, dan menimpa desa. Ada cerita, bahwa banyak penduduk desa itu yang berperilaku tidak benar. Mirip kisah Soddom dan Gomorah, ujar Pak Agus waktu itu.” “Maka, kami berempat akhirnya mendaki bukit. Agar tidak membebani Komar, Dian dan Yossie dalam pendakian ini, sengaja aku memanggul tripod. Jalan yang kami lalui sebenarnya cukup lebar, tapi persoalannya terletak di kecuramannya itu. Kami mendaki pelan-pelan sekitar seperempat jam, dengan beberapa kali berhenti. Akhirnya, tugu itu pun tampak. Ternyata lama pendakian tidak sampai setengah jam. Ada rasa lega,
bahwa pendakian ini ternyata tidak seberat yang dibayangkan. Ibu petani kentang itu tampaknya kurang pas memperkirakan waktu. Kami pun mengambil gambar untuk liputan, ditambah sedikit foto untuk kenangan. Untunglah, Yossie selalu membawa kamera digital. “
Ini yang lain lagi:
TRAGEDI LENYAPNYA DESA LEGETANG DI DIENG ; Longsoran Tanah Bisa ’Terbang’
08/02/2010 08:31:40
Tugu beton yang sudah lapuk dimakan usia masih berdiri tegak di tengah ladang di desa Pekasiran di pegunungan Dieng Kecamatan Batur, Banjarnegara. Tapi tugu setinggi sekitar 10 meter itu jadi penanda tragedi dan misteri terkuburnya dusun Legetang bersama seluruh penghuninya akibat longsornya Pengamunamun pada 1958.
Data pada pahatan monumen marmer di pertigaan Desa Kepakisan, tetangga Pekasiran, menuju ke objek wisata kawah Sileri menyebutkan, jumlah korban jiwa 450 orang. Jauh melebihi korban tewas akibat bencana gas beracun kawah Sinila tahun 1979 yang merenggut 149 nyawa dan menjadi perhatian dunia internasional itu merenggut 149 nyawa.
Salah seorang saksi tragedi Legetang, Suhuri warga Pekasiran RT 03/04 yang kini berusia sekitar 72 tahun mengatakan, musibah terjadi malam hari pukul 23.00 saat musim hujan. ”Saya dan beberapa teman malam itu tidur di masjid. Saya baru dengar kabar gunung Pengamunamun longsor jam tiga pagi,” katanya. Suhuri mengaku lemas seketika begitu mendengar kabar tersebut, karena kakak kandungnya, Ahmad Ahyar, bersama istri dan 6 anaknya tinggal di dusun Legetang. Namun Suhuri maupun keluarganya dan warga lain tak berani langsung ke dusun yang berjarak sekitar 800 meter dari pusat desa Pekasiran, karena beredar kabar tanah dari lereng gunung Pengamunamun masih terus bergerak.
Lenyapnya desa Legetang dan penghuninya juga menyimpan misteri, karena Suhuri dan beberapa warga Desa Pekasiran lain seusianya yang kini masih hidup mengatakan, antara kaki gunung sampai perbatasan kawasan pemukiman di dusun itu sama sekali tidak tertimbun, padahal jaraknya beberapa ratus meter. ”Longsoran tanah itu seperti terbang dari lereng gunung dan jatuh tepat di pemukiman. Sangat aneh”, kata Suhuri sembari menjelaskan, gejala lereng gunung akan longsor sudak diketahui 70 hari sebelum kejadian. Para pencari rumput pakan ternak dan kayu bakar untuk mengasap tembakau rajangan di samping untuk memasak, melihat ada retakan memanjang dan cukup dalam di tempat itu. Tapi tanda-tanda tadi tak membuat orang waspada, meski sering jadi bahan obrolan di Legetang. Orang baru menghubung-hubungkan soal retakan di gunung itu setelah Legetang kiamat,” katanya.
Waktu itu semua orang tercengang dan suasana mencekam melihat seluruh kawasan dusun Legetang terkubur longsoran tanah. Tak ada sedikit pun bagian rumah yang kelihatan. Tanda-tanda kehidupan penghuninya juga tak ada, kenang Suhuri. ”Alam Legetang sebagian besar cekung. Tanah dari lereng gunung seakan diuruk ke cekungan itu dan meninggi dibanding tanah asli disekitarnya. Banyak warga yang dibiarkan terkubur karena sulit dievakuasi,” ujar Suhuri.
Pencarian terhadap korban, menurut Suhuri, hanya dipusatkan ke titik yang diduga merupakan lokasi rumah bau (kepala dusun) Legetang bernama Rana. Setelah dilakukan penggalian cukup lama oleh warga. Tapi tak sedikit para korban dibiarkan terkubur, karena amat sulit dievakuasi. Satu istri Rana lainnya, bernama Kastari, satu-satunya warga Legetang yang selamat, karena ia pergi dari rumah sebelum gunung itu longsor.
Kini tanah lokasi bencana itu sedikit demi sedikit digarap warga untuk budidaya tembakau dan sayur. Sekitar 1980, ketika kentang menggusur tanaman tembakau dan jagung di pegunungan Dieng, bekas dusun Legetang pun berubah jadi ladang kentang dan kobis, termasuk tanah kuburan umum milik bekas dusun tersebut.
Sumber:
Rizki Ridyasmara dan berbagai sumber lainnya.
Adventrave.
Longsor di Kebumian Banjarnegara.
abdul khaliq said:
Ini peringatan bagi pencinta maksiat terutama dari kalangan LGBT, segera tobat, masih ada waktu, penyesalan esok tiada berguna !
EL said:
Dipadang Juga Ada Satu Dusun hilang terkubur. Apa karena maksiat juga? Bagaimana dgn Stunami ACEH? Maksiat juga?!
Syamsudin said:
semoga kisah ini dibaca oleh gembong JIL ulil yang dengan sombong menentang azab Allah dan meragukan ayat-ayat Al Qur’an agar dia sadar dan kembali ke jalan-Nya…
neomujahid said:
Barangsiapa bersyukur, Allah tambahkan nikmat. Tapi barang siapa kufur nikmat bahkan justru maksiat, sungguh Azab Allah amat pedih.
Risa Umami Nk said:
Seharusnya kita sadar, ancaman akan adzab dari ALlah bukanlah sesuatu hal yang main – main.
Iwan Abdurachman said:
AllahhuAkbar.. Allah maha Kuasa. Tak ada yang tak mungkin bagi Allah. Kita semua di ciptakan oleh Allah sebagai mahlukNya untuk tunduk Beribadah dan tidak melakukan segala yang di larang dan di benciNya. Semoga kita semua kaum muslimin yang taat selalu dalam perlindungan Allah SWT.
Ping-balik: Desa Yang Hilang, Kisah Nyata Sodom-Gomorah di BanjarnegaraDesa Yang Hilang, Kisah Nyata Sodom-Gomorah di Banjarnegara. | atqiablog
atqiablog said:
allahu akbar,sesungguhnya banyak pelajaran yang terkandung dalam setiap kejadian.Apakah kita masih ragu dg kebesaran dan kekuasaan-Nya??#Semoga kita termasuk kepada hamba-hamba-Nya yg berfikir.wallahu a’lam
jasa kaligrafi masjid said:
masyaallahhh g nyangka d indonesia juga ada
semoga kita d selamatkan dr murka Allah aminnn
mirip kisah 1 desa yg d adzab Allah d kalimantan Timur juga
vik@ said:
di kaltim nama desanya àpa bang?
IndoWebinar said:
Allah sanggup meluluhlantakkan setiap kemaksiatan melalui kuasaNya yang sungguh amat dahsyat!
Koko Kusdiyanto said:
Saya suka artikel Anda, krn jd sumber inspiratif. Terima kasih, jangan berhenti berbagi info bermanfaat. Krn yg anda kira jarang ada yg baca, tp ternyata orang semacam sy yg membaca dan share artikel Anda ke orang lain.
bambino said:
Alhamdulillah
Rafayyel githa said:
zaman sekarang juga msh terjadi tuh tanah longsor yg nimbun bnyak manusia di byak tempat, yg kontur tanahnya emang gembur, walaupun tdk mkasiat juga, bnyak yg 1 kluarga terkubur hidup hidup,..sdah tau tanah pemukiman yg rawan longsor di sekitar pegunungan begitu sgt berbahaya masih saja di diami… sebaliknya negeri amerika yg bnyakl kaum sodom, mereka aman2 saja, krn umat islam mnyebut mereka itu istidraj…wallohu alam
bambino said:
Keunikan dari bencana ini adalah terlemparnya gunung tanah dan “tepat” menimpa satu kampung. Sebagai “test” seberapa tepat anda bisa menimpuk sebuah target kecil? Similiar seberapa tepat juga anda bisa melempar seonggokan “gunung” tanah tanpa terpencar dan tepat menjadi “bukit”. Mengenai kaum “sodom” kafir, homosexual etc, juga sudah diperingatkan dengan macam2 penyakit masal / epidemi i.e. siphilis, hiv etc. Menurut anda bagaimana perasaan para pengidap penyakit tsb saat sakit? Na’uzu Billahi Minzalik. Untuk kaum “sodom” yang belum… who knows?
bambino said:
Wallahu a’lam
fisikamanargamakmur said:
data meyakinkan, lebih lagi kros cek dengan pengakuan warga sekitar pada saat itu (saksi) apakah benar ini dukuh kaum homo????
bambino said:
Musibah ini terjadi sekitar ahun 50an kalau gak salah. Menurut saksi hidup dalam wawancara tv penduduk desa ini memang penuh dengan pelaku segala macam betuk maksiat seperti di sodom dan gomora, pompeyi dsb.
bambino said:
Selain itu disana terdapat tugu peringatan kejadian ini. Insya Allah masih ada.
Margajebat Margajin said:
Terjemahan surah Al-Mulk ayat 16 dalam bahasa Malaysia.
سُوۡرَةُ المُلک
ءَأَمِنتُم مَّن فِى ٱلسَّمَآءِ أَن يَخۡسِفَ بِكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فَإِذَا هِىَ تَمُورُ (١٦)
Surah Al-Mulk
Patutkah kamu merasa aman (tidak takut) kepada Tuhan yang pusat pemerintahanNya di langit itu: Menunggang-balikkan bumi menimbus kamu, lalu bergegarlah bumi itu dengan serta-merta (melenyapkan kamu di bawahnya)? (16)
bambino said:
Subhanallah. Betul sekali.
Kaum Luth ditimpa batuan. Kaum pompeyi ditimpa asap panas, san fransisco earthquake … sudah banyak ya contohnya dari masa ke masa. Mari banyak2 istigfahr.
Bang Marni said:
Subhanallah… Allahuakbar…
Izin share pak
bambino said:
Monggo pak.
de said:
hm, peringatn buat qt semua… dunia hny permainan dan sementara serta penuh tipu daya , beruntunglah yg ttp istiqamah atau kembali ke jalanNya…
utk d jadikan ibroh … sblm semuanya terlambat….
apalgi skrg marak virus LGBTI , kewajiban qt sbg sesama muslim utk mengingatkn dan menasehati dlm kebenarn dan kesabaran
bambino said:
Mohon untuk disebar luaskan
lagilagishifa said:
Allahu Akbar !
Allahu Akbar !
Allahu Akbar !!!
elektroshopcom said:
doakan saja semua yang tertimpa musibah, semoga segala dosa2nya di ampuni dan amal ibadahnya di terima di sisi tuhan yg maha esa, kita tidak pernah tahu persis apa yg tuhan kehendaki, sesama manusia harus saling mendoakan dan tolong menolong dalam kebaikan.
Fahmi said:
sodom gomorah bukan di indonesia bang -__-
bambino said:
Aslinya disini
bambino said:
tukimin said:
Tulisan ini membuat perbandingan yang TIDAK apple-to-apple. Di awal emngingatkan orang atas hikayat sodom-gomorah, namun apa yang terjai di Legetang bukan persoalan LGBT seperti yabg dijelaskan berikutnya. Persoalan bencana yang disebut azab adalah sama. Tapi penulis menggiring opini pembaca untuk lebih mengarah ke isu LGBT.
Data yang ditunjukkan terkesan bagus. Tapi buat saya itu tidak cukup. Tugu peringatan dan peta geologi tidak memberikan data faktual soal apakah itu akibat perbuatan buruk (dan berakhir azab).
Apakah betul para penduduk Legetang tukang berjudi dan maksiat? Apa buktinya? Adakah pengakuan nyata dari orang yang menjadi saksi?
Bagaimana seandainya itu semua tidak betul? Bagaimana perasaan keluarga yang tersisa dari penduduk Legetang seandainya paparan itu semua hanyalah tuduhan semu?
Hindarkan diri dari fitnah. Tak usah memberi selimut agama demi mengejar berita penuh opini yang cenderung menyesatkan.
Herman said:
Terlepas dari betul atau salah tentang berita kemaksiatan itu, memang tidak ada nara sumber yang ditampilkan untuk dapat mempertanggung jawabkan kebenarannya. Sudah sewajaranya kalau pemerintah setempat mengadakan kajian, agar tidak terjadi kesimpang siuran berita.
bambino said:
Semua sdh jelas kok …tidak ada yg perlu diperjelas lg. Alhamdulillah
Doni said:
hahahaha itulah sifat asli manusia dlm pembenaran Agama…
LGBT juga sy tdk setujuh.
Gundala said:
Makasih admin bambies. Sangat bermanfaat dan menarik. Semoga menjadi pembelajaran umat manusia, perbuatan maksiat dimanapun itu akan mendapat ganjarannya. Wallahu’ ya lamu.
Zet Li said:
Yg di lupakan pelaku sejarah
Setelah sekian lama,baru skrg aku tau.
Knp tdk d masukkan dlm sejarah agama,agar bisa di ajarkan kpd murid sekolah
Terutama setan jil
Ulil
Igit said:
SUbhanallah..Baru tahu kalo di Indonesia ada peristiwa seperti ini.
Berantas LGBT….
rudi said:
Itu dulu.yang baru contohnyq dusun jemblung desa sampang masih di banjarnegara dan dusun lawe desa kaluunjar
bambino said:
Astagfirullah …
Ping-balik: LGBT, antara penyimpangan prilaku seksual dan konspirasi. | Sampaikan Walau Hanya Satu Ayat
Bee Bamaisyarah said:
Satu yang membuat ana gagal fokus adalah kutipan berikut: “…masyarakat Pakisan berduyun-duyun ke masjid untuk mendengarkan kajian dari Ustadz Muhammad As Sewed…“
MasyaAllah. Baarokallohu fiikum
ayu lestari said:
Izin share ya
Setyo Widodo said:
Waduh mengerikan juga itu kejadiannya, logikanya sungai itu harusnya ikut tertimbun dan sekaligus membendung aliran air sungai itu, faktanya sungai itu bebas kotoran dan lumI>ur. Ingin lihat lihat ke bekas desa Legetang itu ah, bikin I>enasaran aja nih.
Gabriel Wie Fuch said:
israel kapa kena azab?
Ping-balik: Ternyata peristiwa kota Sodom terulang kembali dikota Palu Sulawesi. | The Signs
EL said:
Dipadang Juga Ada Satu Dusun hilang terkubur. Apa karena maksiat juga? Bagaimana dgn Stunami ACEH? Maksiat juga?!