Tak ada perintah meminta tambahan seperti perintah meminta tambahan ilmu. Bahkan perintah itu diarahkan kepada Rasul pilihan SAW. Dan katakanlah:
Ya Rabbi, tambahkanlah aku ilmu (QS.20:114).
Bagi Ashabul Kahfi, sesudah iman tambahan ni’mat berupa Huda (petunjuk) itu pada hakikatnya juga ilmu.
Kecuali efek kesombongan yang sebenarnya bukan anak kandung ilmu, seluruh dampak ilmu adalah kebajikan. Bukankah ketika seseorang terlanjur salah jalan, ilmu mengambil peran pelurus. Ia selalu jujur, asal si empunya mau jujur. “Lewat berapa masa, aku menuntut ilmu dengan motivasi yang salah, tetapi sang ilmu tak pernah mau dituntut kecuali karena Allah,” kata Al Ghazali.
Tentu saja seseorang tidak harus mengumpulkan ilmu sebagai kolektor tanpa komitmen amal, karena hal seperti ini dapat dilakukan oleh hard disc, discette, pita perekam, atau mata pensil. Bagaimana ilmu menjadi serangkaian informasi yang mengantar penuntutnya kepada kearifan,itulah soal besar yang manjadi batu ujian para ulama.
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya yaitu ulama.” (QS. 35:28)
Dengan melihat kedudukan ilmu, nyatalah bahwa yang dimaksud dengan ilmu dan kemuliaannya itulah ilmu nafi’ (ilmu yang bermanfaat). Karena itulah, maka seluruh kata ilmu (dalam Al Quran dan hadits) maksudnya ilmu nafi’, menurut Ibnu Athailah. Selebihnya ia menjadi beban tanggungjawab dan penyesalan, karena berhenti pada jidal(debat), mubahah (kebanggaan) dan alat menarik keuntungan dunia.
Baca lebih lanjut →